Selamat Datang

19 Februari 2010

Untuk Kemanusiaan, 6 Buku Diluncurkan


JAKARTA, EPICENTRUM - Para sastrawan dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam yang tergabung dalam Group Pembuatan Buku-buku untuk Kemanusiaan, berhasil menerbitkan enam buku untuk disumbangkan bagi kemanusian. Penerbitan buku-buku tersebut diilhami dari bencana alam gempa yang melanda Sumatera Barat, 30 September 2009.

Eviwidi dari Divisi Penerbitan Bisnis2030 mengatakan, proyek buku yang ditujukan kepada setiap insan yang mengalami penderitaan akibat bencana dan trategi kemanusiaan lainnya itu, dikoordinatori oleh sastrawan dunia Leonowens SP. "Kami berbangga hati atas kepeduliaan dari penulis-penulis yang terlibat dalam proyek kemanusiaan ini, terhimpun dari berbagai suku, ras, agama, dan golongan yang berbeda," katanya, Jumat (19/2/2010) di Jakarta.

Enam buku yang ditebritkan Bisnis2030 dan telah diluncurkan pekan lalu adalah Padang 7,6 Skala Richter, Suara-suara Nurani dan Kalbu, Suara-suara Adam, Suara-suara Hawa, Jejak Para Kaul I, dan Jejak Para Kaul II. Ada 99 penulis dan sastrawan yang terlibat dalam penulisan itu, yang sebagian besar mereka tidak pernah saling bertatap muka antara yang satu dengan yang lainnya.

Leonowens SP mengatakan, sastra harus berbuat dan berpraksis bagi kemanusiaan, alam, dan dinamika kehidupan. "Setiap pergerakan zaman dan perubahannya telah menjadikan sastra sebagai salah satu motorik bagi perubahan untuk kemanusiaan itu sendiri," katanya. [sumber:KOMPAS.com]

18 Februari 2010

UU Penodaan Agama Mengancam Kebebasan Pers?

Rata PenuhJAKARTA, EPICENTRUM Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Penodaan Agama dinilai dapat mengancam kebebasan pers. Penilaian tersebut disampaikan Redaktur Pelaksana Indopos Ariyanto dalam diskusi Perlukah Pasal Penodaan Agama Dipertahankan? yang digelar di Komnas HAM, Jakarta, Kamis (18/2/2010). Selain Ariyanto, yang hadir sebagai pembicara adalah Komisioner Komnas HAM Stanley Adi Prasetyo dan cendikiawan Dawam Rahardjo.

Menurut Ariyanto, Indopos pernah tersandung undang-undang ini saat memuat karikatur Nabi Muhammad. Demikian pula mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Monitor, Arswendo Atmowiloto, yang mendekam selama lima tahun di penjara lantaran mengeluarkan jajak pendapat tokoh terfavorit dan hasilnya menempatkan Nabi Muhammad di posisi ke-11.

"Ini sangat miris. Kami media tidak akan tenang karena sewaktu-waktu kami (media) bisa kena. Tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi di kantor media lain," kata Ariyanto.

Menurut Ariyanto, pasal penodaan agama merupakan pasal karet dan multitafsir. Setiap institusi media menurutnya harus berhati-hati jika memberitakan permasalahan menyangkut agama. Dalam membuat berita, pers tidak boleh terpaku pada perspektif satu agama tertentu.

"Misalnya Gusro yang shalat dengan dua bahasa, ada wartawan yang menulis, Gusro itu aliran sesat. Tidak boleh. Ini wartawan harus cover both side menampilkan realitas apa adanya. Misalnya, Gusro yang shalat dengan dua bahasa ditangkap aparat. Sudah cukup begitu saja," Ariyanto mencontohkan. (sumber:KOMPAS.com)

Kasus Facebook, Indonesia Harus Belajar dari Inggris


JAKARTA, EPICENTRUM — Maraknya kasus bullying (pelecehan) terhadap anak melalui internet yang berakhir dengan penculikan, pemerkosaan, dan kejahatan lainnya tidak bisa dianggap angin lalu. Lebih dari itu, kejadian tersebut kini mulai merambah jejaring sosial yang sangat digemari generasi muda.

Pemerintah mungkin bisa belajar dari Inggris untuk mengatasi masalah sosial ini secara bersama-sama. Pemerintah Inggris telah menyediakan Child Exploitation and Online Protection Centre atau CEOP Centre. CEOP telah menyediakan situs khusus yang memberikan segala informasi mengenai kejahatan terhadap anak melalui internet. Di situs tersebut ada informasi anak hilang, daftar pencarian orang (DPO), jenis kasus, dan tips-tips bagi orangtua dan anak-anak untuk menghindari terjadinya kejahatan.

Belum lama ini, Pemerintah Inggris juga mencanangkan kampanye "Nasihati... Bantu... Laporkan" pada Hari Internet Aman (Internet Safety Day) pada 9 Februari 2010. Bersamaan dengan itu, CEOP bekerja sama dengan Microsoft merilis skema pelaporan yang memudahkan warga saling berbagi informasi dan tips mengenai kejahatan internet. Hal tersebut dapat dilakukan dari tool bar tambahan yang dapat dipasang pada browser web Internet Explorer 8.

"Di situ ada informasi mengenai program berbahaya, seperti jenis virus, contoh perlakuan kasar, cyberbullying, dan search engine khusus dari internet safety partner," kata Tony Seno Hartono, National Technology Officer Microsoft Indonesia di Jakarta, Rabu (17/2/2010).

Menurutnya, pemerintah tidak bisa hanya koar-koar mengenai internet aman kalau tidak berinisiatif melakukan langkah nyata yang dirasakan langsung masyarakat luas. Dia menilai Program Internet Sehat yang dicanangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini baik, tetapi belum cukup. Soal regulasi, ia juga menekankan harus ada ketegasan agar tidak menimbulkan banyak interpretasi.

"Kalau pemerintah Indonesia punya program yang sama seperti di Inggris, kami siap membantu," tambah Mona Monica, PR Manager Microsoft Indonesia. Ia mengatakan bahwa saat ini Microsoft sebenarnya juga sudah menjalin kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk menghubungkan program Child Exploitation Tracking System (CETS) yang merupakan jaringan informasi kejahatan terhadap transnasional yang awalnya dipasang di Kanada dan Australia.

Jadi, apakah Pemerintah Indonesia merasa perlu membuat sejenis CEOP? Semua itu tergantung seberapa besar kemauan dan dukungan dari pemerintah untuk menangani masalah kejahatan terhadap anak-anak ini.

16 Februari 2010

MUI: Kawin Siri Haram kalau Ada Korban


JAKARTA, EPICENTRUM — Pernikahan di bawah tangan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bisa menjadi haram apabila menimbulkan korban. Rancangan undang-undang yang mengatur hukuman pidana bagi pelaku pernikahan siri bisa menjadi relevan jika sudah banyak yang menjadi korban.

Pendapat itu disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin di Jakarta, Senin (15/2/2010). Dia mengatakan, MUI belum membahas Rancangan Undang-Undang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang masuk daftar Program Legislasi Nasional 2010.

Ma’ruf menegaskan, MUI tidak mengenal istilah nikah siri atau nikah kontrak. Selama ini, MUI menggunakan istilah pernikahan di bawah tangan untuk setiap pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).

Pada tahun 2005, para ulama MUI sudah memutuskan pendapat mengenai pernikahan di bawah tangan. Menurut para ulama, pernikahan tersebut sah apabila telah memenuhi syarat dan rukun menikah, seperti yang diatur dalam ajaran agama Islam.

Meski sah, Ma’ruf menjelaskan bahwa pernikahan itu bisa halal, tetapi bisa juga menjadi haram. Pernikahan sah dan halal apabila tidak menimbulkan korban atau kerugian bagi kedua belah pihak. Namun, pernikahan sah bisa menjadi haram apabila menimbulkan korban. (sumber:KOMPAS.com)

Wajah Baru di Epicentrum

Selamat atas terpilihnya

RIZKY ADITYA SAPUTRA

sebagai Pemimpin Redaksi di Epicentrum

dan

MIRA FEBRI MELLYA

sebagai Redaktur Pelaksana

periode 2010/2011

Semoga bersama kalian, Epicentrum lebih tajam dalam menguak fakta, menulis berita dan menghadirkan berita yang aktual dan berimbang.