
Seperti diberitakan wartawan Associated Press di Port-au-Prince, kerusakan akibat gempa berkekuatan 7 skala richter itu-yang terbesar sejak lebih dari 200 tahun lalu di Haiti- sangat mengejutkan sekalipun negeri itu sarat dengan bencana dan tragedi.
Para perempuan yang bersimbah debu merangkak dari puing-puing sembari berpegangan tangan melewati jalan-jalan di Haiti. Sementara ribuan warga lainnya berkumpul di lapangan terbuka hingga larut malam sambil menyanyikan lagu-lagu rohani.
Banyak korban luka lainnya masih duduk di jalan hingga larut malam untuk mendapat pertolongan. Tanpa layanan darurat, siapapun selamat dari bencana itu hanya punya sedikit pilihan. Ribuan bangunan rusak dan hancur di seluruh penjuru kota, dan beberapa jam setelah gempa udara dipenuhi dengan debu yang menyesakkan akibat puing-puing yang berjatuhan.
Jangkauan bencana itu masih belum jelas, bahkan perkiraan kasar tentang jumlah korban saja masih belum dimungkinkan. Namun yang pasti, puluhan ribu orang harus kehilangan tempat tinggal dan banyak korban tewas. Terlebih lagi, di Haiti Banyak bangunan rapuh sekalpiun dalam kondisi normal.
Mantan senator Haiti yang juga seorang dokter, Louis-Gerard Gilles, menyatakan bahwa rumah sakit yang ada tidak mampu menangani seluruh korban. "Haiti perlu doa. Kita perlu doa bersama," sambung Gerard Gilles yang ikut merawat para korban.
Sementara juru rekam AP melaporkan adanya rumah sakit yang hancur dan orang-orang berteriak minta pertolongan di Petionville, kawasan perbukitan di Port-au-Prince dimana para diplomat dan orang kaya Haiti dan banyak warga miskin bermukim.
Di sebuah bangunan apartemen berlantai empat yang ambruk, seorang gadis berusia sekitar 16 tahun berdiri di atap mobil dan mencoba mengintip ke dalamnya. Sejumlah pria menarik kaki dari dalam mobil untuk mengeluarkan tubuh di dalamnya. Si gadis mengaku bahwa keluarganya ada di dalam mobil.
Sementara pasukan penjaga perdamaian dari PBB yang kebanyakan dari Brazil, mencoba menyelamatkan korban selamat dari markas berlantai lima yang ambruk. Namun pimpinan pasukan PBB, Alain Le Roy, mengatakan bahwa tak ada satupun yang bisa diselamatkan. "Kami tahu akan ada korban namun kami tidak bisa menyebutkannya jumlahnya untuk saat ini," ujar le Roy.
Menurutnya, banyak personil PBB yang hilang, termasuk pimpinan misi PBB Hedi Annabi yang berada di dalam markas ketika gempa mengguncang. Di Haiti terdapat sekitar 9 rib pasukan penjaga perdamaian PBB sejak pemberontakan pada 2004 untuk menumbangkan Presiden Jean-Bertrand Aristide.
Meski Istana Negara dilaporkan ambruk, namun namun duta besar Haiti di Meksiko melaporkan bahwa President Rene Preval dan istrinya selamat. Hanya saja belum ada laporan rincinya.
Pusat gempa dilaporkan berada sekitar 15 kilometer dari Port Au prince dengan kedalaman 8 kilometer. Ahli di jawatan Geofisika AS, Kristin Marano, menyebut gempa tersebut yang terdahsyat sejak tahun 1770 di lokasi yang saat ini masuk wilayah Haiti. Pada tahun 1946, gempa berkekuatan 8.1 pernah mengguncang Republik Dominika dan juga Haiti, yang mengkibatkan gelombang tsunami dan menwaskan 1,790 orang.
Ahli gempa dari Universitas Southern Carolina mengatakan, ukuran gempa dan kedekatannya dengan Port Au Prince yang menjadi pusat populasi menyebabkan banyaknya korban jiwa maupun struktur kerusakannya. "Ini adalah pembunuh sebenarnya. Kapanpun sesuatu seperti ini terjadi, berharaplah untuk yang terbaik," ucapnya.
Mayoritas dari 9 juta warga Haiti tergolong sangat miskin. Beberapa tahun akibat ketidaksbilan politik, negeri itu tak punya standar konstruksi bangunan. November 2008 silam, menyusul rubuhnya sebuah sekolah di Petionville, walikota Port-au-Prince memperkirakan sekitar 60 persen bangunan dibangun tergesa-gesa dan dalam tidaklah aman dalam kondisi normal. (sumber: jpnn.com)