Selamat Datang

26 Oktober 2008

Bergelut di Balik Layar


Begitu banyak dosen yang mengajar di IISIP, Jakarta. Namun hanya sebagian dari mereka yang memang praktisi di bidang Jurnalistik. Salah satu dari dosen tersebut adalah Dedet R. Bur.

Dosen jebolan S1 IISIP tahun 1987 ini memang mumpuni di bidang Jurnalistik, begitu banyak pengalaman yang bisa dijadikan contoh bagi mahasiswa yang tertarik terjun dalam bidang jurnalistik. Terbukti dari perjalanan kariernya yang memang tak lepas dari hiruk pikuk dunia jurnalis.

Akan tetapi pekerjaan yang digelutinya sekarang ini memang jauh dari karya tulis menulis yang biasa dilakukan oleh alumni-alumni jurnalistik jebolan IISIP, melainkan lebih kepada pekerjaan di balik layar.

Pekerjaan awal pria yang akrab disapa Bang Dedet ini, yaitu sebagai Kepala Redaktur di Radio swasta di Jakarta. Hal itu dijalaninya ketika beberapa kawannya mengajak dirinya untuk mendirikan radio humor, dimana kala itu radio-radio di Jakarta jarang bahkan bisa dikatakan tidak ada yang ber-genre humor. “Waktu itu saya dan teman-teman mengganti nama Radio Suara Kejayaan (SK), menjadi SK dengan arti bahwa SK bukanlah Suara Kejayaan tetapi Suka Ketawa atau apapun artinya pokoknya kita menamakan radio tersebut dengan radio Humor, yang resmi didirikan tanggal 24 Januari 1987,” terang Dedet.

Dari radio tersebut, ayah dari dua orang anak ini banyak melahirkan bintang lawak radio, salah satunya yang terkenal ialah Patrio (Parto, Akrie dan Eko). Cukup lama pria yang berpostur tubuh tinggi tegap ini menekuni pekerjaannya di radio humor tersebut, “Lumayan lama saya di radio SK dari tahun 1987-1995, tapi ketika saya mendapat tawaran kerjasama di RCTI dan saya juga merasa sudah cukup membangun radio SK, maka saya memutuskan keluar dari radio tersebut dan bekerjasama dengan RCTI, di RCTI saya ditawarkan menjadi konseptor,” ungkapnya.

Di tahun 1993, Dedet mendapat tawaran untuk mengajar di IISIP dari AM. Hoetasoehoet yang tak lain Rektor IISIP pada saat itu. Tawaran tersebut tak langsung diterimanya hingga Omar Abidin Gilang yang kini menjabat Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan yang juga sahabat dekat Dedet datang membujuknya. Alhasil, setelah 3 bulan befikir Dedet akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran sebagai dosen IISIP. “Alhamdulillah sampai sekarang saya masih mengajar disini,” ungkap suami dari Nany Subandya.

Dari sekian banyak pekerjaan yang menyita waktunya, anak ke lima dari tujuh bersaudra ini masih tetap menyempatkan diri untuk berkumpul dengan anak dan istrinya, “Walau saya sering disibukan dengan pekerjaan, saya dan istri sepakat bahwa hari Sabtu-Minggu dan hari libur lainnya harus disisakan untuk keluarga, jadi minimal seminggu sekali saya menghabiskan waktu saya dengan anak dan istri dirumah,” katanya.
Selain kerjasama dengan RCTI dan mengajar sebagai dosen di IISIP, Dedet juga memiliki beberapa usaha lainnya, yaitu mendirikan 4 perusahan radio-radio lokal yang tersebar di 4 daerah di Indonesia dan juga 3 perusahaan Event Organizer (EO) bersama kawan-kawanya.

Tetapi dari banyaknya perusahaan tersebut, dia percayakan dikelola oleh orang-orang kepercayaannya terutama usahanya dalam dunia Radio, “Saya tuh orangnya mudah percayaan sama orang lain jadi dari keempat radio yang saya punya semuanya saya percayakan kepada orang-orang kepercayaan saya, jadi saya tinggal menunggu laporannya saja,” lanjut dosen yang mempunyai cita-cita menjadi politikus ini.

Tidak hanya bergelut dibidang radio saja, Dedet juga sempat membuat 2 buah film dokumenter yang mengkisahkan “Tentang Badui” dan “Anak Mentawai”, kedua film tersebut dibuat bersama dengan teman-temannya, “Dari mulai setting tempat, ide cerita, sutradara, cameraman, saya semua yang pegang,” aku Dedet kepada Epicentrum
Pria yang terkesan cuek ini pun tidak merasa bosan dengan bidang yang digelutinya, “Rasa bosan atau jenuh pasti ada tapi buat saya itu wajar, ya mau gimana lagi saya menyukai pekerjaan saya ini,” terang Dedet yang memilih menyibukkan diri di kampus guna mengusir rasa bosan.

Dari sekian banyak yang digelutinya, masih ada satu keinginan dosen yang biasa memegang mata kulia Auvi ini yang belum terpenuhi, yaitu membangun sekolah untuk orang miskin. “Kalau maslah proposal dan konsep sudah ada, tinggal bangunan sekolahnya saja yang belum,” jelasnya sekaligus menutup perbincangan dengan Epicentrum.(E1)

Tidak ada komentar: