Selamat Datang

26 Oktober 2008

Memajukan Gerakan Mahasiswa dengan Taktik Mengintervensi Pemilu 2009

Jika musuh tidak mau menyerah,
maka dia harus dihancurkan![Maxim Gorkhy]


Tulisan ini hendak menjadi landasan berpikir bagi gerakan mahasiswa Indonesia yang oleh banyak pengamat dianggap telah mengalami dis-orientasi, krisis kepercayaan dari rakyat, bahkan telah kehilangan Elang gerakannya—tidak segarang tahun 1998, dan sebagainya. Setidaknya udah begitu banyak konsolidasi nasional dilakukan oleh kawan-kawan tetapi belum berujung pada jalan keluar dari problem gerakan saat ini, karena selama ini konsolidasi masih sebatas ajang seremonial belaka, saling kenal dari kawan-kawan berbagai daerah [outputnya terkadang hanya tukar-menukar no.Hp] dan yang paling parahnya malah menimbulkan fragmentasi.

Kupikir kita berkumpul bukan sekedar menghabiskan energi kita termasuk sumber daya logistik tampa melahirkan sebuah jalan keluar bagi kebuntuan gerakan mahasiswa. Makanya, kuharap konsolidasi nasional ini bisa menjadi ajang membangun perdebatan strategi-taktik untuk memajukan gerakan mahasiswa—semoga.

Perjuangan mahasiswa tahun 1998 yang diagung-agungkan sebagaian kawan-kawan, sebagian lagi mencelanya sebagai gerakan yang gagal karena tidak mampu melahirkan perubahan mendasar; kesejahteraan bagi Rakyat. Tapi, bagiku mengandung segi-segi positif dan negatif bagi perjuangan mahasiswa dan rakyat Indonesia kedepan, tapi perlu di tekankan disini bahwa segi positif dan negatif bukanlah hal yang harus ditangisi disini tetapi merupakan material yang menyebabkan gerak—menurut filsafat.

Yang di maksud segi-segi positif dari perjuangan mahasiswa tahun 1998 disini antara lain; [1] berhasil menjatuhkan symbol kediktatoran rezim orde baru—Soeharto lewat aliansi mahasiswa-rakyat [buruh-tani-kaum miskin perkotaan], hal ini semakin membuka perspektif gerakan mahasiswa bahwa untuk menuntaskan perjuangan ini—reformasi total harus ada aliansi strategis gerakan mahasiswa dan rakyat.

[2] walaupun tidak tuntas telah mampu merubah struktur politik—maksudnya membuka ruang-ruang demokrasi seperti kebebasan pers, kebebasan membangun organisasi massa, pertemuan politik, dan pemilu multi partai tahun 1999 meskipun harus diakui bahwa ini masih dalam syarat-syarat demokrasi borjuis.

[3] telah meluaskan aksi massa sebagai metode perjuangan bagi massa rakyat [4] meluaskan kesadaran kritis/politik selama 32 tahun floating mass meskipun masih terkadang tingkat kesadaran politik ini masih sangat rendah dan mudah dimanipulasi elit politik.

Sedangkan segi-segi negatifnya adalah; [1] Kelemahan strategi taktik; membuat mahasiswa tidak mampu membangun struktur politik alternatif bersama gerakan rakyat sehingga kepeminpinan politik –baca; transisi demokrasi- di telikung oleh borjuis reformis palsu.

[2] Fragmentasi gerakan, karena kesalahan memandang dan menyimpulkan situasi ekonomi-politik yang berkembang contoh dalam kasus menentukan sikap terhadap pemilu 1999[3] kelemahan ideologi gerakan membuat gerakan mahasiswa tidak cukup kuat bertahan di tengah liberalisasi politik dan perkembangan politik yang begitu cepat.
Nah, dari segi-segi positif inilah kami berpandangan bahwa gerakan mahasiswa kemudian mengalami kemunduran drastis dalam hal kemampuan mobilisasi dan kualitas gerakan [ideologi-politik-organisasi].

Situasi ini semakin diperparah oleh tidak adanya konsolidasi—dalam makna penyatuan gerakan sehingga sulit menentukan –atau membaca dinamika politik yang ada. Yang marak terjadi—terutama jakarta adalah[1] Gerakan mahasiswa sangat latah dengan situasi politik yang ada—baca; bersandar pada momentum.

[2] karena kelemahan diatas, gerakan mahasiswa terjebak pada pragmatisme; ideologi Kei—makelar politik marak di tingkatan aktivis dan organisasi mahasiswa organisasi—komite aksi yang tidak memiliki prinsip organisasi yang kuat.

Tidak ada komentar: