Selamat Datang

26 Oktober 2008

Mahasiswa Perlu LBHM Sebagai Payung Hukum


Mendapat nilai E akibat absen sebanyak tiga kali dari jumlah kehadiran atau pun gagal dalam ujian akhir itu soal biasa di kampus ini. Namun, apa jadinya kalau nilai E didapat dari hasil pemalsuan Surat Izin Menempuh Ujian (SIMU) dengan alasan “terpaksa”. Ini lah yang terjadi pada 32 mahasiswa IISIP Jakarta, mereka saat ini membutuhkan payung hukum kemahasiswaan.

Dengan adanya kasus pemalsuan Surat Ijin Mengikuti Ujian (SIMU) yang dilakukan 32 mahasiswa IISIP Jakarta, membuat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Badan Permusyawaratan Mahasiswa (BPM) berniat membentuk Lembaga Badan Hukum Mahasiswa (LBHM) yang berfungsi memberikan mediasi kepada mahasiswa dari permasalahan yang terjadi di kampus.

Meski belum resmi terbentuk, beberapa gerakan sudah dimulai sebagai sinyalemen akan terbentuknya LBHM IISIP. Payung hukum mahasiswa ini nantinya akan diisi BPM, BEM, HIMA dan UKM sebagai tulang punggung yang tetap bernaung dibawah KM-IISIP Jakarta. Rencana membentuknya LBHM ini baru diusulkan pada pihak mahasiswa terlebih dahulu. Presidem BEM Adang menjelaskan jika seluruh mahasiswa sudah memiliki satu tujuan dan persamaan baru akan diusulkan pada pihak kampus.

Kedepannya LBHM diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi seluruh mahasiswa IISIP Jakarta. Jadi pembentukan LBHM ini yaitu sebagai perintis atas kefakuman-kefakuman yang ada di kampus tercinta IISIP Jakarta dengan upaya untuk membangkitkan kembali serta mensolidkan seluruh mahasiswa IISIP Jakarta.

Mengenai kasus SIMU ini, sebelum melangkah lebih jauh lembaga yang digadang-gadang akan memediasi mahasiswa IISIP berupaya berpandangan objektif dalam menilai permasalahan yang ada. Lebih lanjut, kedua belah pihak baik Rektorat IISIP maupun mahasiswa yang terkait membenarkan kasus yang belakangan ramai terdengar setelah dilakukan kroscek.

Lebih lanjut, langkah awal yang ditempuh bakal payung hukum mahasiswa ini adalah mengadakan komunikasi dengan 32 mahasiswa yang terkait kasus SIMU pada 13 dan 16 September 2008 lalu. Namun, langkah tersebut tidak membuahkan hasil positif, pasalnya dari ke-32 mahasiswa tersebut tidak lebih dari 5 orang yang hadir sehingga menyulitkan mediasi yang akan dilakukan dengan Rektorat IISIP kedepan sulit dilakukan.

Sementara pihak BEM dan BPM sebagai pengangungjawab LBHM menyayangkan kesalahan sistem yang dilakukan kampus dalam memberikan sangsi. Pasalnya, sangsi yang dijatuhkan bukan berupa sangsi administrasi, melainkan sangsi akademik seperti memberikan nilai E pada semua mata kuliah disemester lalu.

Sebagai sanksinya, mata kuliah yang telah diambil semester lalu dianggap ”hangus” dan harus diulang pada semester Gasal 2008 ini. Tentu hal itu sangat merugikan mahasiswa yeng bersangkutan, apalagi dengan kesalahan yang dilakukan.

Dengan begitu, sanksi yang diterima ke-32 mahasiswa tersebut sangat memberatkan. Oleh sebab itu LBHM akan memperjuangkan sanksi yang diberikan kampus terhadap mahasiswa bersangkutan. ”Kan sayang bagi mahasiswa yang akan skripsi atau udah semester akhir, dengan adanya sangsi tersebut akan sangat menghambat mereka,” ujar Adang.

Disisi lain upaya serupa tengah dilakukan BEM untuk memberikan mediasi kedua pihak untuk meninjau ulang sangsi yang diberikan, ternyata kampus menolak tawaran untuk peninjauan kembali atas sangsi yang diberikan. Apalagi kampus terlanjur mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk kasus yang terjadi. Apabila membicarakan soal SK maka membicarakan soal hukum lagi, sehingga sampai saat ini belum adanya tanggapan positif dari pihak kampus atas kasus yang menimpa ke 32 mahasiswa IISIP Jakarta.(E1)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

salam hangat, tuk redaksi Epicentrum yg saya kagumi. teruskan bangun jurnalisme positif di kampus tercinta.
tapi usul dunk, ni blog dibuat interaktif, biar banyak yg mampir kesini.

-prys-