Selamat Datang

27 Desember 2009

"Infotainment" Masih Aman di Mata MUI


JAKARTA, EPICENTRUM -- Maraknya gerakan anti-infotainment belakangan ini di situs jejaring Facebook ataupun di microblogging Twitter, menyusul perseteruannya dengan Luna Maya, turut mengundang perhatian Majelis Ulama Indonesia (MUI). Meski begitu, MUI secara garis besar tidak akan mengeluarkan fatwa haram terhadap tayangan infotainment.

"Infotainment itu kan memuat hiburan, itu makna asalnya," jelas Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr H Asrorun Ni'am Sholeh, saat dihubungi Epicentrum di Jakarta, Selasa (22/12/2009).

Menurut Ni'am, definisi infotainment pun kini bergeser dalam beberapa kasus. "Cuma kontennya menjadi distortif ketika harus menyebutkan hal-hal yang bersifat privat, hal-hal yang bersifat pribadi. Yang jika itu disebutkan maka si orang yang terkait itu tidak suka," tandasnya.

Niam menjabarkan, sesuai hukum Islam, pemberitaan sendiri terbagi dalam tiga bilik. "Kalau tahadduts bin ni'mah itu menceritakan sesuatu yang benar adanya, tetapi orang yang diberitakan itu justru senang. Kemudian yang kedua, menceritakan sesuatu yang tidak benar adanya kemudian orang yang diceritakan itu tidak suka maka itu adalah fitnah. Yang ketiga yang dikategorikan ghibah yaitu menceritakan sesuatu yang ada pada diri seseorang meskipun itu benar, tetapi jika itu diceritakan akan akan membuat orang itu tidak suka," paparnya.

Namun, jika dikaitkan dengan tindak tanduk infotainment selama ini, Niam tak mau keburu mengklasifikasikan infotainment termasuk ke bilik yang mana. "Kita tidak mau men-judge, kalau infotainment memilih tahadduts bin ni'mah maka akan sama-sama mendapat pahala karena orang yang diceritakan itu senang," tekan Niam.

Kata Niam lagi, lain halnya apabila yang diberitakan infotainment itu bertolak belakang dengan kenyataannya. "Tapi kalau yang diceritakan itu fitnah, maka salahnya dua kali karena yang pertama adalah bercerita tentang kebohongan dan salah yang kedua adalah membuat orang menjadi benci orang. Makanya kenapa fitnah lebih kejam dari pembunuhan karena salahnya dua kali," tegas Niam. "Nah kalau ghibah kalau kepentingannya untuk menggunjing maka itu tidak boleh dan itu kriminal," tambahnya.

Lebih dalam Niam menandaskan bahwa sudah menjadi kewajiban infotainment untuk memberitakan sesuatu yang benar. "Saya kira prinsip pemberitaan dan sudah menjadi etika jurnalistik juga, adalah memberitakan sesuatu yang benar, tapi tidak semuanya sesuatu yang benar juga bisa diberitakan," tegasnya.

Jika dikaitkan dengan kasus Luna Maya versus pekerja infotainment, sebagai anggota MUI, Niam menilai permasalahan tersebut belum masuk ke ranah MUI. "Karena ini masalah-masalah privat person to person maka kita enggak bakal mengeluarkan fatwa, sementara fatwa itu ada jika berimbas ke masyarakat umum," jelas Niam.

Meskipun fatwa itu tidak ada, sebagai gantinya, Niam berpatokan kepada ketetapan hukum Bahtsul Masail NU. "Dari sisi substansi sudah ditetapkan dalam Bahtsul Masail NU, kalau infotainment sudah bergerak ke fitnah, ghibah maka hukumnya haram, apalagi fitnah. Ini sudah menjadi ketetapan hukum dari hasil Bahtsul Masail NU. Komisi Fatwa NU dan ormas-ormas termasuk di dalamnya Muhammadiyah sudah menetapkannya," jelas Niam.

Lanjut Niam, dengan begitu tak perlu lagi keluar fatwa. "Kalau untuk panduan hukum saya rasa sudah cukup dari anjuran Bahtsul Masail NU belum lama ini. Panduan hukumnya sudah ada, infotainment sebagai berita seseorang tentunya harus netral ya dalam arti boleh atau tidak. Tetapi ketika konten tentang ghibah, tentang menggunjingkan atau tentang mengajarkan hal yang tidak baik buat orang lain maka konteksnya itulah yang haram," tegas Niam.

Sementara soal sanksi, Niam mengatakan bahwa kadarnya harus dilihat dari sisi pelanggarannya. "Kalau haram itu kan sanksinya dosa, kalau pidana secara administratif sanksinya itu berada di hukum tata negara dan itu sejatinya kalau sudah menjadi tindakan menggunjingkan orang yang sudah menyebabkan distabilitas masyarakat, otomatis sudah masuk dalam kategori secara hukum," tutupnya.

Tidak ada komentar: